Pages

Monday 22 June 2020

oh hi again!

oh hi!
sudah lama ngga menulis, apalagi nulis di blog. 2020 masih ada ngga si yang main blogger gini? hehe.
many years has passed since the first time i made this blog in jhs for fun. sekitar tahun 2018 kemarin sampai awal 2020 bahkan blog ini sempet aku private jd yang bisa liat cuma aku aja :) hahaha. akhirnya  memutuskan buat ngga di private lagi tapi meng-archieve hampir semua post-ku yang lalu, jadi cuman kesimpen di draft dan yang bisa baca cuma aku aja hehe (dih siapa si emang yg mau baca??)

since no one use blogger again to write, i will write here again, for myself.
so here is a little note for myself in my first post after forever:

dear self,
you're good enough.
for everything you've done; thank you.
thank you for surviving.

Wednesday 27 May 2020

sudut pandang yang lain


"Tunggu aku tiga tahun lagi sya, aku balik bawa gelar sarjana!" ucap Dahlan saat itu sebelum pergi.

Aku, seperti kebanyakan remaja Desa Kebon Dalem lainnya, tetap tinggal disini. Membantu ibu dan bapak. Berbeda dengan Dahlan yang merantau bersekolah jauh ke Samarinda, memperbaiki masa depan katanya. Dahlan memang berani, itu yang selalu aku kagumi darinya.

Sudah hampir tiga tahun. Hampir tiga tahun pula setiap bulan aku rajin mengirim surat untuk Dahlan. Menceritakan kabar tentang teman-teman di Kebon Dalem dan menyisipkan sedikit tentang kabarku yang selalu begini-begini saja. Hanya sesekali Dahlan membalas, jelas terkadang aku merasa sedih. Tapi tak apa, sebagai mahasiswa, Dahlan pasti sibuk. Apalagi kini kudengar dia menjadi ketua anggota PPI di kampusnya. Memang keren sekali Dahlan-ku ini.

---

Sudah lewat dari tiga tahun. Media akhir-akhir ini ramai memuat berita tentang mahasiswa yang melakukan aksi di jalan. "Negeri ini kembali dikuasai asing!" begitu bunyi salah satu slogan yang aku baca di surat kabar. Aku tak paham betul apa maksudnya, aku hanya khawatir tentang Dahlan. Sudah lebih dari enam surat yang aku kirim namun tak kunjung Dahlan membalas. Terlebih aku dengar kabar dari Mbak Atun, kalau Dahlan menghilang setelah mengadakan aksi di Samarinda, dianggap sebagai 'pembuat onar' hingga dikeluarkan dari tempatnya berkuliah.

Keadaanku sendiri di Kebon Dalem juga tak kalah rumit. Bapak dan Ibu terus mendesak, memaksaku segera menjawab lamaran Imran kemarin. Sedang Dahlan tak kunjung berkabar. Aku paham betul, mungkin keadaannya sedang rumit disana. Tapi jika dia tidak kunjung berkabar, bagaimana aku bisa mengerti? Bagaimana aku bisa membuat Bapak dan Ibu mengerti?

Perlahan aku menyadari, mungkin aku sudah kehilangan Dahlan, di sebuah tempat rahasia, yang ia namakan masa depan. Tak apa, tidak ada yang salah. Perihal takdir bukan manusia yang menentukan. Aku, seperti sebelumnya, hanya dapat menerima dan mencoba ikhlas. Semoga Dahlan selalu berbahagia.